Kurt Cobain


kurt-cobain-photo1Pada masa hidupnya dia idola, di masa matinya dia legenda. Di sela-sela itu ia selalu dihinggapi mimpi buruk tentang perceraian orang tua, broken-home, kegelisahan, kemarahan, dan drugs. Sedangkan di satu sisi dia kerap bermimpi akan mencapai ketenangan, ketenaran, dan kejayaan artistiknya dalam bermusik. Kurt Donald Cobain menjalani masa kecil yang tidak biasa di Aberdeen Washington.
Tumbuh dan berkembang di antara pertikaian sesama keluarga, teman dan kawan bisnisnya. Ia merancang nasib sebagai musisi dan mengajak teman-temannya untuk membentuk band yang akhirnya sukses berat di era 90an, Nirvana. Pria yang kemudian menikah dengan Courtney Love (vokalis/gitaris Hole) ini kerap membuat resah dan merepotkan orang-orang di sekitarnya. Bersama Nirvana, Kurt memang telah mencapai hasil brilian dengan menciptakan karya-karya yang jenius, artistik dan sukses di pasaran. Sayang hal tersebut berbanding terbalik dengan segala keluhan dan kebenciannya terhadap industri, interaksi sosial, masa depan, sakit perutnya yang akut, atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Mati muda sepertinya adalah rancangan yang selalu membayangi ayah dari Frances Bean ini di setiap karya lirik, lukis dan catatan-catatannya. Pernah ia menulis, ” Seperti Hamlet, aku harus memilih antara kehidupan dan kematian.”, atau sepenggal liriknya di Pennyroyal Tea, ” Give me a Leonard Cohen afterworld, so I can sigh eternally.” Di saat tertentu adiksinya terhadap obat-obatan telah mencapai dosis maksimal. Sekejap kemudian kegelisahannya telah menjadi pekat. The drugs don’t work. Hingga akhirnya satu hari ia memutuskan untuk memutar album Automatic For The People-nya REM, menelan obat penenang, menyuntikkan heroin dan menarik pelatuk senapan yang tepat mengarah ke langit-langit mulutnya. Damai, cinta, empati, dan dor!… Kurt Cobain telah memilih bergabung dengan Hendrix, Joplin serta Morisson yang juga ’selesai’ di usia 27 tahun. Editor majalah The Rocket dan jurnalis musik asal Seattle, Charles R Cross melukiskan perjalanan hidup Kurt Cobain secara lengkap lewat riset selama empat tahun, 400 wawancara, dan catatan dokumen penting lainnya. Heavier Than Heaven yang pertama kali diterbitkan oleh Hodden and Stoughton pada tahun 2001 ini telah menjadi salah satu buku terlaris tentang kehidupan seorang rockstar. Selama membaca buku ini anda mungkin akan tertarik dan larut. Sekilas akan merasa dekat dan mengenal sosok fenomenalnya – bahkan bagi yang belum mengenal nama Kurt Cobain sekalipun. Bagi mereka yang hidup di scene musik, rasanya tidak terlalu asing dengan sikap kontroversial yang dimiliki Kurt atau temen-temannya di Nirvana. Proses penceritaan yang runut dan mengalir menjadikan bacaan ini lebih menarik serta sulit untuk dihentikan. Kredit positif bagi penerbit Alinea yang telah merilisnya dalam versi bahasa Indonesia untuk pasar nasional. Buku ini telah mencapai penggambaran yang sempurna untuk sebuah kontroversi mengenai realita hidup, drugs dan rock n’ roll. Suatu pengalaman seorang musisi berbakat yang memiliki dua gairah utama ; Kesuksesan serta Kesedihan. Dan rupanya ia telah berhasil membunuh keduanya. Well, Heavier Than Heaven adalah kisah dan pelajaran hidup yang tidak bisa ditolak mudah hanya dengan sebuah ucapan ‘Nevermind’…

P.A. KAJABA TO PUNCAK BURANGRANG

Pada 17 Agustus 2009 P.A. KAJABA yang berdiri di dekat tempat saya tinggal akan melakukan ekspedisi ke puncak gunung burangrang. Saya bersama simpatisan yang lain ikut dalam ekspedisi tersebut. Sehari sebelum keberangkatan kami berkumpul di basecamp yang tepatnya tidak jauh dari rumah saya. Disana kami mempersiapkan perbekalan dan logistik.
Setelah semua beres saya dan teman-teman P.A. KAJABA siap berangkat. Kami pun di brifing dulu oleh ketua P.A. yang bernama ''kang lenyay'' tentang misi dalam ekspedisi kali ini. Setelah semua mengerti dan siap untuk berangkat kami pun berdo'a bersama-sama yang dipimpin oleh ketua diklat ''kang ghomil'' agar ekspedisi kali ini berjalan dengan lancar dan selamat.
Kami berangkat dari basecamp pukul 07.00 A.M. menuju ke gerbang angin yang berada di kawasan kaki gunung burangrang. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar 3 jam. Sesampainya di lokasi kami pun memutuskan untuk bermalam di GB.

bersambung...

Istilah Pecinta Alam di Indonesia sebenarnya belum lama dikenal. Dahulu memang sudah ada kelompok-kelompok yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan konservasi alam. Sejarah tentang kelompok Pecinta Alam, terutama yang ada kaitannya dengan upaya pelestarian alam, sudah tercatat sejak tahun 1912, dengan terbentuknya De Nederlandsh Indische Vereneging Tot Natuur Rescherming. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda mulai terlibat secara konkret sejak tahun 1937, dengan terbentuknya Bescherming Afdeling Van’t Land Plantetuin. Sejak saat itu kegiatan kepecintaalaman mulai berkembang di Indonesia.
Pada Awal tahun 1960-an kegiatan yang berorientasi pada pelestarian alam ini mendapat pengaruh yang cukup besar dari kegiatann kepanduan (scouting). Pandu, yang kini dikenal dengan nama Pramuka, berkembang pesat sejak tahun 1940-an, dan memang jenis kegiatan yang sering dilakukannya adalah kegiatan olahraga, rekreasi, petualangan, membaca jejak dan ketrampilan lainnya. Mau tidak mau, memang harus kita akui, bahwa kegiatan kepecintaalaman bertambah muatannya dengan jenis-jenis kegiatan petualangan karena adanya pengaruh dari kepanduan.
Istilah “Pecinta Alam” pertama kali diperkenalkan oleh Mapala Universitas Indonesia pada tahun 1975. Setelah berulang kali berganti nama, akhirnya mereka menamakan kelompoknya Mapala UI.
Setelah itu, terutama di era 1980-an, perkembangan kelompok-kelompok Pecinta Alam semakin pesat di seluruh tanah air, sampai sekarang ini.
PECINTA ALAM

Kalau kita menilik asal katanya, ‘Pecinta’ artinya orang yang mencintai, dan alam dapat diartikan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Kalau kita perjelas lagi, alam berarti segalanya, baik benda hidup maupun benda tak hidup, yang ada di dunia ini. Udara, tanah, dan air merupakan bagian dari alam yang membantu kelangsungan hidup kita. Demikian pula dengan tanaman, hewan, dan manusia, mereka termasuk bagian dari alam ini. Keberadaan mereka satu dengan yang lain saling mempengaruhi. Jadi, jelas bahwa diri kita masing-masing pun merupakan bagian dari alam semesta ini. Lalu dapatkah kita mengatakan bahwa Pecinta Alam adalah orang yang mencintai alam semesta beserta isinya, termasuk dirinya sendiri. Bagaimana pula dengan mereka yang memiliki hobby bertualang di alam bebas? Dapatkah mereka kita sebut Pecinta Alam? Tampaknya memang ada kerancuan makna dalam istilah “Pecinta Alam” tersebut: antara mereka yang mencintai alam (lingkungan) dengan mereka yang gemar berpetualang di alam bebas. Sebagai pembanding, di Eropa dan Amerika ada suatu terminologi yang jelas bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia kepecintaalaman, misalnya envi-ronmentalist (pecinta lingkungan hidup: Green Peace), naturlist (pecinta alam seperti sebagaimana adanya), adventure (petualangan/penjelajah), mountaineers (pendaki gunung), outdoor sports/activities (olahraga alam bebas: berkemah, gantole, menelusuri gua , masuk hutan, menyususri gua, dan semestinya).
Di Indonesia, Pecinta Alam adalah pendaki gunung, penulusuran gua, pengarungan sungai, pemanjat tebing dan sekaligus pecinta lingkungan. Hingga saat ini baru sedikit kelompok yang mengkhususkan aktivitasnya pada salah satu bidang saja.
Oleh karena itu, mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa Pecinta Alam adalah orang-orang yang menCINTAI ALAM beserta segala isinya, dan yang menCINTAI petualangan alam bebas.
AKTIVITAS PECINTA ALAM (DI INDONESIA)
Kegiatan Pecinta Alam termasuk dalam kegiatan yang mempunyai resiko tinggi (high risk activity) dan kegiatan lebih banyak dilakukan di alam bebas (outdoor activity). Sebagian besar kelompok Pecinta Alam memiliki kegiatan pokok dalam bidang kegiatan alam bebas seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, penelusuran gua, jelajah hutan, penelusuran sungai, penyusuran pantai, dan arung jeram.
Kegiatan-kegiatan tersebut perlu didukung dengan pengetahuan dan kegiatan penunjang seperti pengetahuan tentang orientasi medan (navigasi), pengetahuan survival, ketrampilan tali-temali, pengepakan peralatan, penguasaan PPPK, dan pengetahuan sekaligus ketrampilan mengenai SAR. Kegiatan penunjang tersebut akan banyak membantu dan diperlukan untuk menghindari atau mengurangi resiko yang sangat mungkin terjadi.
Disamping itu Pecinta Alam masih perlu didukung dengan pengetahuan dan kegiatan dalam bidang lingkungan hidup seperti konservasi alam, penghijaun, bersih lingkungan, dan sebagainya. Juga kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat seperti bakti sosial, penelitian sosial, penyuluhan, dan sebagainya. Terakhir adalah kegiatan yang bersifat organisatoris seperti manajemen organisasi, regenerasi keanggotaan, kaderisasi anggota, pengembangan SDM bagi anggota, dan seterusnya.

Jelas kiranya bahwa Pecinta Alam merupakan suatu kegiatan yang positif dan memiliki arti serta peran yang sangat bermanfaat bagi pengembangan pribadi, orang lain dan masyarakat. Satu pertanyaan tersisa adalah :

“Mampukah kita memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan diri kita melalui kegiatan kepecintaalaman ?

dikutip dari www.pecintaalam.net